Dimuat di harian Fajar versi cetak, Senin 22 Agustus 2011
Minggu 21 Agustus, wacana MUHSIN ini dibahas dalam acara silaturahim antara Pengurus Wilayah (PW) IJABI Sulsel dengan MUI (Majelis Ulama Islam) Sulsel, di Sekretariat MUI Sulsel yang berada di Masjid Raya Makassar. Tampak hadir Ketua Dewan Syuro PP IJABI, Prof Dr KH Jalaluddin Rakhmat yang juga sekaligus deklarator MUHSIN di Indonesia serta cendikiawan muslim Dr Fuad Rumi. Dari pihak MUI Sulsel diwakili Prof Dr Abdul Rahim Yunus, Prof Dr Arfah Siddiq serta pengurus lainnya.
Jalaluddin Rakhmat mengatakan, upaya mempersatukan muslim Syiah Sunni sudah pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh muslim di dunia, seperti pimpinan Ikhwanul Muslimun di Mesir, Hasan Al Banna, Syekh Al Azhar, Mahmud Syaltut serta pemimpin revolusi Islam di Iran, Ayatullah Ruhullah Khomaeni. Dewasa ini, gagasan ini dilanjutkan oleh ulama-ulama dunia lainnya dengan membentuk wadah bernama Darut Taqrib Baynal Mazahib (Lembaga Pendekatan Mazhab-Mazhab).
Namun diakui Kang Jalal, sapaan akrab Jalaluddin Rakhmat, upaya penyatuan Syiah Sunni bukan perkara mudah. Sebab banyak pihak yang khawatir akan kebangkitan umat Islam jika dua kekuatan besar dalam ini dipersatukan. Hasan Al Banna, contohnya, akhirnya tewas dibunuh karena gagasannya itu.
MUHSIN sendiri, lanjut Kang Jalal, hanya memiliki visi mempersatukan umat Syiah - Sunni dalam kegiatan-kegiatan sosial. "Sementara dalam hal fiqhi, kita akan saling menghargai dan memahami perbedaan yang ada," kata penulis buku-buku tentang pemikiran Islam dan tawasuf ini.
Fuad Rumi menjelaskan, sangat penting membangun kesepahaman di antara penganut Syiah dan Sunni. Melalui lembaga pemersatu ini pula, tambah Fuad, diharapkan pemeluk Syiah dan Sunni memendam warisan konflik di masa lalu di dalam apa yang disebutnya sebagai kuburan sejarah.
"Saya mengimpikan Indonesia, khususnya Sulsel, menjadi contoh dibangunnnya Ukhuwah Islamiyah bagi negara-negara lain di dunia," katanya.
Sementara Wakil Ketua MUI Sulsel, Prof Dr Abdul Rahim Yunus mengakui upaya mempersatukan mazhab Syiah Sunni memang tidak mudah, tetapi tetap harus diperjuangkan. Bagi MUI Sulsel sendiri, katanya, hidup berdampingan dan rukun antara sesama muslim yang beda mazhab merupakan cita-cita tertinggi.
Pengurus MUI Sulsel lainnya, Prof Dr Arfah Siddik bahkan sempat menyinggung fatwa MUI mengenai bahayanya pengaruh Syiah di Indonesia yang mayoritas berpenduduk Sunni. Menurutnya, fatwa tersebut hanya berlaku di era 1990an ke bawah. Dia pun setuju jika Syiah dan Sunni dipersatukan.
Yang menarik, silaturahim tersebut turut dihadiri oleh perwakilan Wahdah Islamiyah yang selama ini dikenal berseberangan dengan IJABI Sulsel. Salah seorang pengurus Wahdah Islamiyah Sulsel, Ikhwan Abdul Jalil mengatakan sangat penting bagi kalangan Syiah untuk menghormati muslim Sunni, dengan tidak menghujat Sahabat Nabi saw. Sebab hal tersebut sangat menyakiti muslim Sunni.